(...) Kereta tiba di Stasiun
Banyuwangi beberapa saat yang lalu, dari gerbong lima Fadli turun dengan muka
lusuh hasil dari hanya beberapa menit dapat memejamkan matanya. Masih
memerlukan 1jam perjalanan laut dan 4jam perjalanan darat menggunakan bus untuk
sampai dikota Denpasar, kota tujuan Fadli.
“mmhh
masih setengah jalan lagi...” keluhnya dalam hati.
Fadli tidak ingin terburu-buru
menyebrang ke Gilimanuk meski sekarang ia sudah berada didepan Pelabuhan
Ketapang. Kebiasannya, ada satu tempat yang tidak ingin ia lewatkan bila ada di
Banyuwangi.
@DermagaCinta–– Jarak antara Stasiun Akhir Banyuwangi
dengan DermagaCinta (begitu masyarakat sekitar menyebutnya) memang tidak
terlalu jauh, hanya sekitar 2kilometer mungkin juga kurang, tepat sebelah
selatan Pelabuhan Ketapang. Disinilah tempat yang biasa Fadli kunjungi bila
berada di Banyuwangi, satu-satunya tempat yang ia rasa dapat membuang jauh semua
pikiran penuh dengan kejenuhan. Meski sudah beberapa kali ketempat ini, Fadli
hanya pernah mendengar dari orang jika di dermaga ini Sunrise terlihat bagus,
sekalipun ia belum pernah melihatnya langsung dan kali ini ia berniat melihat
fajar itu muncul dari sisi bumi bagian Timur dengan mata kepalanya sendiri.
04.30, Fadli menyusuri jembatan dermaga yang terbuat
dari kayu-kayu balok yang tersusun rapi hingga dapat dilewati, dibuat dengan
membariskan balok satu dengan balok yang lain hanya berjarak beberapa inchi hingga
terlihat begitu rapi, demburan ombak menabrak kakian penyangga jembatan hingga
menghasilkan percikan butiran air kelangit, membias bersama pantulan sorot
lampu terang dari pelabuhan Ketapang hingga menghasilkan bias kekuningan. Tidak
banyak perubahan ditempat ini semenjak terakhir Fadli kesini sebulan yang lalu.
Fadli terduduk ditepian
dermaga, hatinya belum sepenuhnya iklas... namun, suatu keharusan untuknya
mengiklaskan sesuatu yang bahkan belum sempat ia genggam. Kenyataan yang memang
bodoh.
“seharusnya
tujuanku kesana buat ngutarain langsung kalo aku sayang sama kamu, mel..”, ia
menghela nafas panjang “... dan bukan cuma
ngucapin selamat ulang tahun... seharusnya...”, pekiknya sendiri pelan.
Perasaan tak rela itu menyelubungi hatinya lagi. Ia coba mengalihkan rasa itu
namun hasilnya sama seperti terakhir ia dapatkan saat masi didalam kereta, rasa
Ketidakrelaan yang tidak mendapati dasarnya hanya semakin dalam dan menekan
hatinya. Pikirannya dipenuhi bayangan-bayangan perempuan itu. Bahkan, seseorang
yang berjalan mendekati pun tidak ia rasakan kedatangannya. Sesosok bayangan
dan semakin mendekat.
“mungkin
sekarang waktu yang bener-bener tepat buat ngelupain kam...”,
belum sempat Fadli menyeleseikan kalimatnya sendiri, sebuah suara dari arah
belakang menyautnya.
“ngelupain
siapa Fadli, ngelupain aku ya? Hihihi”, saut sosok
itu dengan senyum menyeringai. Suara yang begitu familiar ditelinganya, sontak
Fadli menoleh.
“loh,
Amel! Kamu kok ada disini?!”, tanya Fadli terkejut sembari
berdiri.
“jadi
kamu gak mau nie aku ada disini?? hhihi”, sahut
perempuan itu lagi.
“umm
ya.. bukan gitu, aku kaget aja kamu bisa ada disini... jadi kamuu...”,
belum sempat Fadli menyelesaikan kalimatnya lagi.
“...iya,
aku kesini naik kereta, kereta yang sama yang kamu naikin tadi, kamunya aja gak
peka kalo aku disini hehehe”, jelas perempuan berambut
panjang itu, seperti mengerti apa yang ada dipikiran Fadli saat ini.
“..aku
ngerasa ada sesuatu yang belum sempet kamu sampein lewat sms yang kamu kirim
2hari yang lalu, mungkin aku salah tapi itu juga keputusanku kenapa aku sampe
ada disini..”, senyum perempuan itu mengembang senyum manis
yang tidak pernah lepas dari benak Fadli, perempuan itu mendekati tepian
jembatan pandangannya mengarah ke lautan lepas didepannya.
“tapi
kamu... gimana kamu tau kalo aku disini??”, tanya Fadli
masih dengan rasa terkejutnya melihat perempuan yang selama ini memenuhi
otaknya tiba-tiba ada dihadapannya sekarang.
“kamu
ingat, kamu pernah cerita panjang lebar tentang tempat ini ke aku... Tempat
yang sering kamu kunjungi dan gak mungkin bakal kamu lewatin kalo lagi ke
Banyuwangi. Ya.. aku nebak kamu pasti bakal kesini, jadi aku langsung kesini,
dan benarkan tebakkan’ku gak meleset, hihihi”, jawab
perempuan itu asal, ia juga ragu dengan tebakannya sendiri namun hatinya
menginginkan ia untuk kesini.
Fadli menarik tangan Amel dan
memeluknya, perempuan itu merasakan kehangatan yang diciptakan laki-laki itu,
Amel tidak ingin melepas pelukkan itu, pelukkan yang selama ini amel ingin
rasakan, pelukkan dari laki-laki yang selalu menemani setiap hari-harinya meski
hanya lewat SMS dan telpon.
Fadli melepaskan pelukkannya,
ia mengambil tangan permpuan itu,
“mungkin
harusnya dari dulu aku bilang ini ke kamu, mel...”, Fadli
menarik nafas dalam,
“aku
terlalu pengecut, nyaliku ciut kalo udah didepan kamu, tp sekarang tekat ku
udah bulat dan aku gak mau ngulangin penyesalanku lagi..” genggaman
Fadli semakin erat, “mel... Aku Sayang sama
kamu...”.
Perempuan itu mendaratkan
bibirnya ke bibir laki-laki yang ada dihadapannya sekarang... begitu lembut, “aku juga sayang kamu, dli...”. senyum
mengembang diwajah Fadli setelah behari-hari menhilang, laki-laki itu mencium
kening perempuan yang sekarang menjadi perempuannya, senyum mengembang diantara
keduannya.
Sinar fajar mulai mengintip dari punggung bumi bagian timur, keluar
dari persembunyiannya. Kini perlahan kehangatannya mulai menyebar menyelimuti
Kota Banyuwangi. Sinar kuningnya menyeka wajah kedua insan itu. Sebuah cerita Sunrise
diujung paling timur pulau jawa, dari tempat yang mengandung sebuah kata untuk
mewakili segala rasa yang tercipta oleh pesonanya... Dermaga Cinta.
![]() |
Foto : vDwipra @PierLove |
–Tamat-